Monday, January 9, 2017

Analisis Pendapatan

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
 Pembangunan sub-sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian yang bertujuan untuk mencapai suatu kondisi peternakan yang tangguh, yang dicirikan dengan kemampuan mensejahterakan para peternak dan kemampuannya dalam mendorong pertumbuhan sektor terkait secara keseluruhannya. Pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan mutu hasil produksi, meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja serta memberikan kesempatan berusaha bagi masyarakat di pedesaan. Peternakan yang tangguh memerlukan kerja keras, keuletan dan kemauan yang kuat dari peternak itu sendiri agar mencapai tujuan yang diinginkan. Keberhasilan yang ingin dicapai akan memacu motivasi peternak untuk berusaha memelihara ternak sapi secara terus menerus dan dapat menjadi mata pencaharian utama.
Ternak sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai ternak penghasil daging dan menjadi prioritas dalam pembangunan peternakan. Menurut Rohaeni, et al., (2003) disamping sebagai penghasil daging, sapi potong juga berperan sebagai sumber pendapatan, sarana investasi, tabungan, fungsi sosial, sumber pupuk, sumber tenaga kerja dalam pengolahan dan pemanfaatan limbah pertanian.
Usaha peternakan sapi potong sangat prospektif untuk menghasilkan daging karena masih terdapat kesenjangan antara ketersediaan dan permintaan daging sapi. Permasalahan tersebut disebabkan oleh rendahnya populasi sapi potong di Indonesia (Hariyono et al., 2010).  Usaha ternak sapi potong dapat dikatakan berhasil bila telah memberikan kontribusi pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari, hal ini dapat dilihat dari berkembangnya jumlah kepemilikan ternak, pertumbuhan berat badan ternak dan tambahan pendapatan keluarga.
PT. Kitadin-Embalut merupakan salah satu perusahaan tambang batubara yang berlokasi di Desa Embalut Kabupaten Kutai Kartanegara, yang telah beroperasional dan melakukan eksploitasi sejak tahun 1983 (PT. Kitadin, 2012). Pada tahun 1983 PT. Kitadin-Embalut memiliki konsesi lahan seluas 2,973 Ha dan memproduksi batubara dengan nilai kalori 5,850 kkL/kg, sistem penambangan yang diterapakan yaitu teknik penambangan secara underground mining & open pit mining, proses penambangan sempat terhenti beberapa tahun dan kembali operasinal pada tahun 2009. Lahan eks tambang yang telah dilakukan reklamasi seluas 33,84 Ha dan areal lahan eks tambang yang telah dilakukan proses revegetasi seluas 589, 92 Ha pada tahun 2012.
Salah satu pemanfaatan lahan eks tambang batubara di wilayah operasional PT. Kitadin yaitu  pengembangan peternakan sapi di areal eks tambang batubara bertujuan meningkatkan pendapatan peternak sapi potong, dalam hal ini adalah peningkatan populasi yang didukung dengan sumber/daya dukung pakan hijauan ternak. Pada umumnya peternak sapi yang berada di areal sekitar tambang hanya memiliki lahan hijauan yang sangat sedikit sehingga ternak potong/sapi potong yang dipelihara memiliki produktivitas yang rendah.



B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan masalah mendasar dari penelitian yang akan dilakukan, antara lain:
1.  Apakah biaya produksi peternakan berpengaruh besar terhadap pendapatan peternak di PT. Kitadin,?
2.  Apakah sistem peternakan rakyat di PT. Kitadin sudah memenuhi standar pemeliharaan dan memberikan pendapatan tambahan bagi peternak?
C. Tujuan Penelitian
1.      Menghitung biaya produksi peternak di PT. Kitadin
2.      Menghitung biaya pendapatan peternakan di PT. Kitadin
3.        Mengetahui biaya produksi dan biaya pendapatan selama pemeliharaan ternak dilakukan.
D. Manfaat Penelitian
1.        Memberikan informasi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ekonomi produksi sapi potong khususnya di biaya produksi dan biaya pendapatan pemeliharaan sapi potong di PT. Kitadin.
2.        Memberikan informasi analisis biaya produkis peternakan di PT. Kitadin.
3.        Memberikan informasi biaya pengeluaran dalam usaha peternak di PT. Kitadin khususnya kepada peternak.



II. TINJAUAN PUSTAKA
A.    Sapi Potong
Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah seperti berikut: tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum dan mudah di pasarkan, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi (Utomo, 2012). Menurut Abidin (2002) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong.
Kriteria pemilihan sapi potong yang baik adalah : sapi dengan jenis kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur 1,5 - 2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam, temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik yang baik (Budiraharjo et al., 2011).
Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif, dan intensif. Sistem ekstensif adalah semua aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sistem intensif adalah sapi dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak (Sosilorini et al., 2008).
B.     Usaha Sapi Potong
Usaha sapi potong di masyarakat sebagian besar masih merupakan usaha peternakan rakyat, ternak dipelihara secara tradisional dan diusahakan bersama dengan tanaman pakan. Pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu pemeliharaan sebagai penghasil bibit ternak (penghasil bakalan) dan pemeliharaan sapi bakalan untuk digemukan. Ternak sapi potong merupakan salah satu penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya didalam kehidupan masyarakat (Sodiq dan Setianto, 2007).
C.    Pola Usaha Sapi Potong
1.      Pembibitan dan Penggemukan
Potensi sapi potong lokal sebagai penghasil daging belum dimanfaatkan secara optimal melalui perbaikan manajemen pemeliharaan. Sapi lokal memiliki beberapa kelebihan, yaitu daya adaptasinya tinggi terhadap lingkungan setempat, mampu memanfaatkan pakan berkualitas rendah,dan mempunyai daya reproduksi yang baik.
a.       Pembibitan
Usaha cow-calf operation sering dipahami sebagai usaha perbibitan. Berdasarkan tujuan produksinya, pembibitan sapi potong dikelompokkan ke dalam pembibitan sapi potong bangsa rumpun murni dan pembibitan sapi potong persilangan. Pembibitan dan pemeliharaan ternak dapat dilakukan dengan sistem pastura (penggembalaan), sistem semi intensif, dan sistem intensif (Deptan, 2006). Sistem pastura yaitu pembibitan sapi potong yang sumber pakan utamanya berasal dari pastura. Pastura dapat merupakan milik perorangan, badan usaha atau kelompok peternak. Sistem semi intensif yaitu pembibitan sapi potong yang menggabungkan antara sistem pastura dan sistem intensif. Pada sistem ini dapat dilakukan pembibitan sapi potong dengan cara pemeliharaan di padang penggembalaan dan dikandangkan. Sistem intensif yaitu pembibitan sapi potong dengan pemeliharaan di kandang. Pada sistem ini kebutuhan pakan disediakan penuh.
Usaha peternakan memerlukan modal yang besar, terutama untuk pengadaan pakan dan bibit. Biaya yang besar ini sulit dipenuhi oleh peternak pada umumnya yang memiliki keterbatasan modal (Hadi dan Ilham, 2000). Hadi dan Ilham (2002) menyatakan terdapat beberapa permasalahan dalam industri perbibitan sapi potong, yaitu: 1) angka service per conception (S/C) cukup tinggi, mencapai 2,60, karena terbatasnya fasilitas pelayanan inseminasi buatan (IB), baik ketersediaan semen beku, tenaga inseminator maupun masalah transportasi, 2) calving interval terlalu panjang, dan 3) tingkat mortalitas pedet prasapih tinggi, sumber pakan melalui pemeliharaan sapi secara terintegrasi pada kawasan perkebunan atau areal tanaman pangan.ada yang mencapai 50%. Usaha pembibitan harus diiringi dengan upaya menekan biaya pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya pakan adalah dengan memanfaatkan limbah kebun dan pabrik sebagai
b.      Penggemukan
Menurut Ferdiman (2007), penggemukan sapi potong dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sistem kereman, dry lot fattening, dan pasture fattening. Pakan yang digunakan dalam penggemukan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan diberikan 10% dari bobot badan, konsentrat 1% dari bobot badan, dan air minum 20−30 liter ekor-1 hari-1. Sistem ini, sapi muda (umur 1,50−2 tahun) dipelihara secara terus-menerus di dalam kandang dalam waktu tertentu untuk meningkatkan volume dan mutu daging dalam waktu relatif singkat (Ferdiman, 2007).
Berdasarkan umur sapi yang akan digemukkan, lama penggemukan dibedakan menjadi tiga (Sugeng, 2006), yaitu: 1) untuk sapi bakalan dengan umur kurang dari 1 tahun, lama penggemukan berkisar antara 8-9 bulan, 2) untuk sapi bakalan umur 1-2 tahun, lama penggemukan 6-7 bulan, dan 3) untuk sapi bakalan umur 2-2,5 tahun, lama penggemukan 4-6 bulan.
D.          Biaya Produksi
Biaya didefinisikan sebagai manfaat (benefit) yang dikorbankan dalam rangka memperoleh barang dan jasa (Kusnadi, 2002). Biaya produksi merupakan sebagian atau keseluruhan faktor produksi yang dikorbankan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk. Dalam kegiatan perusahaan, biaya produksi sering disebut ongkos produksi atau dengan pengertian lain biaya produksi adalah keseluruhan biaya yang dikorbankan untuk menghasilkan produk hingga produk itu sampai di pasar, atau sampai ke tangan konsumen (Widjajanta, 2007). Biaya produksi menurut Matatula (2010), adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan produk tertentu dalam waktu tertentu, biaya produksi dalam usaha peternakan di bagi menjadi dua bagian utama yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
1.      Biaya Tetap (fixed cost)
Biaya tetap adalah semua jenis biaya yang besar-kecilnya tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang dijalankan, meskipun proses produksi peternakan berlangsung ataupun tidak berlangsung biaya tersebut tetap dikeluarkan, yang termasuk dalam biaya tetap yaitu biaya penyusutan kandang, penyusutan peralatan, Pajak Bumi dan Bangunan, lahan dan sarana transportasi (Hoddi et al., 2011).
Rumus biaya penyusutan dapat menggunakan;
                         
2.      Biaya variabel (variable cost)
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak yang besarnya bervariasi sesuai dengan volume usaha yang dijalankan, yang termasuk dalam biaya variabel yaitu biaya bibit ternak awal periode, biaya pakan, obat-obatan, vaksin, tenaga kerja (Wantasen, 2014).
Rumus biaya dapat dihitung menggunakan:
Keterangan:
TC            = Total Cost/Total biaya
TFC          = Total Fixed Cost/ Biaya tetap
TVC         = Total variable Cost/ Biaya Variabel
E.     Penerimaan
Penerimaan (revenue) adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan output, total penerimaan merupakan hasil perkalian antara out put dengan harga jual produksi (Boediono, 2002). Soekartiwi (2002) menyatakan bahwa penerimaan merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dari harga jual penerimaan dapat dimaksudkan sebagai pendapatan kotor usaha, sebab belum dikurangi dengan keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang berlangsung.
F.         Pendapatan
Pendapatan usaha peternakan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan usaha peternakan. Keuntungan atau yang dikenal dengan net-income adalah seluruh pendapatan dikurangi dengan pajak (Sinaga dan Risma, 2013; Hoddi et al., 2011).
Rumus pendapatan dapat dihitung menggunakan;
Keterangan:
I             = Income/Pendapatan
TR = Total Revenue/Total penerimaan
TC = Total Cost/Total biaya       


III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Pembangunan peternakan sapi potong bertujuan untuk menigkatkan mutu hasil produksi, peningkatan pendapatan, memperluas lapangan kerja serta memberi kesempatan berusaha bagi masyarakat di pedesaan. Keberhasilan yang ingin dicapai peternak akan memotivasi peternak untuk berusaha memelihara ternak sapi secara terus menerus dan bahkan bisa dijadikan sebagai mata pencaharian utama bagi masyarakat.
Usaha peternakan sapi potong dapat dikatakan berhasil apabila telah memberikan konstribusi pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari, hal tersebut dapat dilihat dari berkembangnya jumlah kepemilikan ternak, pertumbuhan berat badan ternak dan tambahan pendapatan peternak.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu adanya pengamatan dan analisis biaya produksi dalam usaha peternakan sapi potong yang dikeluarkan selama periode pemeliharaan di PT. KITADIN Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
3.2. Hipotesis
            Biaya produksi usaha peternakan sapi potong di PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Karanegara berpengaruh terhadap pendapatan peternak.



IV. METODOLOGI PENELITIAN
A.    Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama tiga minggu terhitung mulai bulan April sampai dengan bulan Mei  dan lokasi penelitian PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Kartanegara.
B.     Bahan dan Alat
Penelitian yang dilaksanakan menggunakan bahan dan alat antara lain kamera, alat tulis, kuisioner, sapi potong dan peternak sapi potong di PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Kartanegara.
C.    Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilaksanakan menggunakan metode survei dengan pendekatan observasi dengan teknik wawancara langsung terhadap peternak sapi potong rakyat menggunakan alat bantu kuisioner di PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Jenis data yang diambil terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dipenuhi melalui observasi atau pengamatan, pencatatan dan wawancara langsung  dengan responden atau peternak sapi potong menggunakan daftar kuesioner sesuai tujuan penelitian, data sekunder merupakan data penunjang dipenuhi dari kantor dinas peternakan dan instansi lain yang terkait.


D.    Metode Pengambilan Sampel
Lokasi ditentukan secara purposive sampling (lokasi penelitian ditentukan dengan sengaja dengan kriteria terdapat peternak sapi potong rakyat dengan jumlah pemilikan > 2 ekor. Penentuan responden di setiap lokasi dilakukan secara random sampling, besarnya responden dihitung menurut rumus Pasaribu (1983);

Di mana :
Nk       = Besarnya sampel untuk sub populasi ke-k
Pk        = Besarnya populasi untuk sub populasi ke-k
P          = Besarnya populasi keseluruhan dari sub populasi
N         = Besarnya sampel yang diambil dari keseluruhan sub populasi
E. Analisis Data
Analisis data dalam pengujian hipotesis untuk mencapai tujuan penelitian menggunakan regresi linier. Pendekatan analisis regresi bertujuan untuk mengetahui pengaruh biaya produksi terhadap pendapatan yang diterima oleh peternak sapi potong rakyat di PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Kartanegara (Hasan, 2005). Selanjutnya untuk mengetahui berapa besar biaya produksi peternakan sapi potong rakyat di PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Kartanegara menggunakan rumus Biaya variabel (Wantasen, 2014)
a. Biaya produski peternak

Keterangan:
TC            = Total Cost/Total biaya
TFC          = Total Fixed Cost/ Biaya tetap
TVC         = Total Variable Cost/ Biaya Variabel
b. Pendapatan peternak sapi potong rakyat dihitung menggunakan rumus:
Keterangan:
I             = Income/Pendapatan
TR = Total Revenue/Total penerimaan
TC = Total Cost/Total biaya


No comments: