I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan sub-sektor peternakan merupakan
bagian dari pembangunan pertanian yang bertujuan untuk mencapai suatu kondisi
peternakan yang tangguh, yang dicirikan dengan kemampuan mensejahterakan para peternak dan kemampuannya
dalam mendorong pertumbuhan sektor terkait secara keseluruhannya. Pembangunan peternakan
diarahkan untuk meningkatkan mutu hasil produksi, meningkatkan pendapatan,
memperluas lapangan kerja serta memberikan kesempatan berusaha bagi masyarakat
di pedesaan. Peternakan yang tangguh memerlukan kerja keras, keuletan dan
kemauan yang kuat dari peternak itu sendiri agar mencapai tujuan yang
diinginkan. Keberhasilan yang ingin dicapai akan memacu motivasi peternak untuk
berusaha memelihara ternak sapi secara terus menerus dan dapat menjadi mata
pencaharian utama.
Ternak sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang memiliki potensi
cukup besar sebagai ternak penghasil daging dan menjadi prioritas dalam
pembangunan peternakan. Menurut Rohaeni, et al., (2003) disamping sebagai
penghasil daging, sapi potong juga berperan sebagai sumber pendapatan, sarana
investasi, tabungan, fungsi sosial, sumber pupuk, sumber tenaga kerja dalam
pengolahan dan pemanfaatan limbah pertanian.
Usaha
peternakan sapi potong sangat prospektif untuk menghasilkan daging karena masih terdapat kesenjangan antara
ketersediaan dan permintaan daging sapi. Permasalahan tersebut disebabkan
oleh rendahnya
populasi sapi potong di Indonesia (Hariyono et al., 2010). Usaha ternak
sapi potong dapat dikatakan berhasil bila telah memberikan kontribusi
pendapatan dan dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari, hal ini
dapat dilihat dari berkembangnya jumlah kepemilikan ternak, pertumbuhan berat
badan ternak dan tambahan pendapatan keluarga.
PT. Kitadin-Embalut merupakan salah satu
perusahaan tambang batubara yang berlokasi di Desa Embalut Kabupaten Kutai
Kartanegara, yang telah beroperasional dan melakukan eksploitasi sejak tahun
1983 (PT. Kitadin, 2012).
Pada tahun 1983 PT. Kitadin-Embalut memiliki konsesi lahan seluas 2,973 Ha dan
memproduksi batubara dengan nilai kalori 5,850 kkL/kg, sistem penambangan yang
diterapakan yaitu teknik penambangan secara underground mining & open
pit mining, proses penambangan sempat terhenti beberapa tahun dan kembali
operasinal pada tahun 2009. Lahan eks tambang yang telah dilakukan reklamasi
seluas 33,84 Ha dan areal lahan eks tambang yang telah dilakukan proses
revegetasi seluas 589, 92 Ha pada tahun 2012.
Salah satu pemanfaatan lahan eks tambang
batubara di wilayah operasional PT. Kitadin yaitu pengembangan peternakan sapi di areal eks
tambang batubara bertujuan meningkatkan pendapatan peternak sapi potong, dalam
hal ini adalah peningkatan populasi yang didukung dengan sumber/daya dukung
pakan hijauan ternak. Pada umumnya peternak sapi yang berada di areal sekitar
tambang hanya memiliki lahan hijauan yang sangat sedikit sehingga ternak
potong/sapi potong yang dipelihara memiliki produktivitas yang rendah.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar
belakang tersebut di atas, maka dirumuskan masalah mendasar dari penelitian
yang akan dilakukan, antara lain:
1. Apakah biaya
produksi peternakan berpengaruh besar terhadap pendapatan peternak di PT.
Kitadin,?
2. Apakah sistem
peternakan rakyat di PT. Kitadin sudah memenuhi standar pemeliharaan dan
memberikan pendapatan tambahan bagi peternak?
C. Tujuan Penelitian
1. Menghitung
biaya produksi peternak di PT. Kitadin
2. Menghitung
biaya pendapatan peternakan di PT. Kitadin
3.
Mengetahui biaya
produksi dan biaya pendapatan selama pemeliharaan ternak dilakukan.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Memberikan informasi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ekonomi produksi sapi potong khususnya
di biaya produksi dan biaya pendapatan pemeliharaan sapi potong di PT. Kitadin.
2.
Memberikan informasi
analisis biaya produkis peternakan di PT. Kitadin.
3.
Memberikan informasi
biaya pengeluaran dalam usaha peternak di PT. Kitadin khususnya kepada
peternak.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Sapi
Potong
Sapi potong merupakan sapi
yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa
disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah
seperti berikut: tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas
dagingnya maksimum dan mudah di pasarkan, laju pertumbuhan cepat, cepat
mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi (Utomo, 2012). Menurut Abidin (2002)
sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena
karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup
baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara
intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan
ideal untuk dipotong.
Kriteria
pemilihan sapi potong yang baik adalah : sapi dengan jenis kelamin jantan atau
jantan kastrasi, umur 1,5 - 2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata
bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang,
dada lebar dan dalam, temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan
berasal dari keturunan genetik yang baik (Budiraharjo
et al., 2011).
Sistem pemeliharaan
sapi potong dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu sistem pemeliharaan
ekstensif, semi intensif, dan intensif. Sistem ekstensif adalah semua
aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif
adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan
oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sistem
intensif adalah sapi dikandangkan dan seluruh pakan disediakan oleh peternak
(Sosilorini et al., 2008).
B.
Usaha
Sapi Potong
Usaha
sapi potong di masyarakat sebagian besar masih merupakan usaha peternakan
rakyat, ternak dipelihara secara tradisional dan diusahakan bersama dengan
tanaman pakan. Pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi dua bagian
yaitu pemeliharaan sebagai penghasil bibit ternak (penghasil bakalan) dan
pemeliharaan sapi bakalan untuk digemukan. Ternak sapi potong merupakan salah
satu penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya
didalam kehidupan masyarakat (Sodiq dan Setianto, 2007).
C.
Pola
Usaha Sapi Potong
1.
Pembibitan
dan Penggemukan
Potensi sapi potong lokal
sebagai penghasil daging belum dimanfaatkan secara optimal melalui perbaikan
manajemen pemeliharaan. Sapi lokal memiliki beberapa kelebihan, yaitu daya
adaptasinya tinggi terhadap lingkungan setempat, mampu memanfaatkan pakan berkualitas
rendah,dan mempunyai daya reproduksi yang baik.
a.
Pembibitan
Usaha cow-calf operation sering
dipahami sebagai usaha perbibitan. Berdasarkan tujuan produksinya, pembibitan
sapi potong dikelompokkan ke dalam pembibitan sapi potong bangsa rumpun murni
dan pembibitan sapi potong persilangan. Pembibitan dan pemeliharaan ternak
dapat dilakukan dengan sistem pastura (penggembalaan), sistem semi intensif,
dan sistem intensif (Deptan, 2006). Sistem pastura yaitu pembibitan sapi potong
yang sumber pakan utamanya berasal dari pastura. Pastura dapat merupakan milik
perorangan, badan usaha atau kelompok peternak. Sistem semi intensif yaitu
pembibitan sapi potong yang menggabungkan antara sistem pastura dan sistem
intensif. Pada sistem ini dapat dilakukan pembibitan sapi potong dengan cara
pemeliharaan di padang penggembalaan dan dikandangkan. Sistem intensif yaitu
pembibitan sapi potong dengan pemeliharaan di kandang. Pada sistem ini
kebutuhan pakan disediakan penuh.
Usaha peternakan
memerlukan modal yang besar, terutama untuk pengadaan pakan dan bibit. Biaya
yang besar ini sulit dipenuhi oleh peternak pada umumnya yang memiliki
keterbatasan modal (Hadi dan Ilham, 2000). Hadi dan Ilham (2002) menyatakan
terdapat beberapa permasalahan dalam industri perbibitan sapi potong, yaitu: 1)
angka service per conception (S/C) cukup tinggi, mencapai 2,60, karena
terbatasnya fasilitas pelayanan inseminasi buatan (IB), baik ketersediaan semen
beku, tenaga inseminator maupun masalah transportasi, 2) calving interval terlalu
panjang, dan 3) tingkat mortalitas pedet prasapih tinggi, sumber pakan melalui
pemeliharaan sapi secara terintegrasi pada kawasan perkebunan atau areal
tanaman pangan.ada yang mencapai 50%. Usaha pembibitan harus diiringi dengan upaya menekan biaya
pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya pakan adalah dengan memanfaatkan
limbah kebun dan pabrik sebagai
b. Penggemukan
Menurut Ferdiman (2007),
penggemukan sapi potong dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu sistem
kereman, dry lot fattening, dan pasture fattening. Pakan yang
digunakan dalam penggemukan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan diberikan
10% dari bobot badan, konsentrat 1% dari bobot badan, dan air minum 20−30 liter
ekor-1 hari-1. Sistem ini, sapi muda (umur 1,50−2 tahun)
dipelihara secara terus-menerus di dalam kandang dalam waktu tertentu untuk
meningkatkan volume dan mutu daging dalam waktu relatif singkat (Ferdiman, 2007).
Berdasarkan umur sapi yang
akan digemukkan, lama penggemukan dibedakan menjadi tiga (Sugeng, 2006), yaitu:
1) untuk sapi bakalan dengan umur kurang dari 1 tahun, lama penggemukan
berkisar antara 8-9 bulan, 2) untuk sapi bakalan umur 1-2
tahun, lama penggemukan 6-7 bulan, dan 3) untuk sapi bakalan umur 2-2,5
tahun, lama penggemukan 4-6 bulan.
D.
Biaya Produksi
Biaya
didefinisikan sebagai manfaat (benefit) yang dikorbankan dalam rangka
memperoleh barang dan jasa (Kusnadi, 2002). Biaya produksi merupakan sebagian
atau keseluruhan faktor produksi yang dikorbankan dalam proses produksi untuk
menghasilkan produk. Dalam kegiatan perusahaan, biaya produksi sering disebut
ongkos produksi atau dengan pengertian lain biaya produksi adalah keseluruhan
biaya yang dikorbankan untuk menghasilkan produk hingga produk itu sampai di
pasar, atau sampai ke tangan konsumen (Widjajanta, 2007). Biaya produksi
menurut Matatula (2010), adalah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan
produk tertentu dalam waktu tertentu, biaya produksi dalam usaha peternakan di bagi
menjadi dua bagian utama yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
1.
Biaya Tetap (fixed cost)
Biaya tetap adalah semua jenis biaya yang
besar-kecilnya tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang dijalankan,
meskipun proses produksi peternakan berlangsung ataupun tidak berlangsung biaya
tersebut tetap dikeluarkan, yang termasuk dalam biaya tetap yaitu biaya
penyusutan kandang, penyusutan peralatan, Pajak Bumi dan Bangunan, lahan dan
sarana transportasi (Hoddi et al., 2011).
Rumus biaya penyusutan dapat menggunakan;
2.
Biaya variabel (variable cost)
Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan oleh peternak yang
besarnya bervariasi sesuai dengan volume usaha yang dijalankan, yang termasuk
dalam biaya variabel yaitu biaya bibit ternak awal periode, biaya pakan,
obat-obatan, vaksin, tenaga kerja (Wantasen, 2014).
Rumus biaya dapat dihitung
menggunakan:
Keterangan:
TC =
Total Cost/Total biaya
TFC = Total Fixed Cost/ Biaya tetap
TVC = Total variable Cost/ Biaya Variabel
E.
Penerimaan
Penerimaan (revenue)
adalah penerimaan produsen dari hasil penjualan output, total penerimaan
merupakan hasil perkalian antara out put dengan harga jual produksi (Boediono,
2002). Soekartiwi (2002) menyatakan bahwa penerimaan merupakan perkalian antara
produksi yang diperoleh dari harga jual penerimaan dapat dimaksudkan sebagai
pendapatan kotor usaha, sebab belum dikurangi dengan keseluruhan biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi yang berlangsung.
F.
Pendapatan
Pendapatan usaha
peternakan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang
dikeluarkan dalam pengelolaan usaha peternakan. Keuntungan
atau yang dikenal dengan net-income adalah seluruh pendapatan dikurangi
dengan pajak (Sinaga
dan Risma, 2013; Hoddi et al., 2011).
Rumus pendapatan dapat
dihitung menggunakan;
Keterangan:
I
= Income/Pendapatan
TR
= Total Revenue/Total penerimaan
TC = Total
Cost/Total biaya
III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Pembangunan peternakan
sapi potong bertujuan untuk menigkatkan mutu hasil produksi, peningkatan
pendapatan, memperluas lapangan kerja serta memberi kesempatan berusaha bagi
masyarakat di pedesaan. Keberhasilan yang ingin dicapai peternak akan
memotivasi peternak untuk berusaha memelihara ternak sapi secara terus menerus
dan bahkan bisa dijadikan sebagai mata pencaharian utama bagi masyarakat.
Usaha peternakan sapi
potong dapat dikatakan berhasil apabila telah memberikan konstribusi pendapatan
dan dapat memenuhi kebutuhan hidup peternak sehari-hari, hal tersebut dapat
dilihat dari berkembangnya jumlah kepemilikan ternak, pertumbuhan berat badan
ternak dan tambahan pendapatan peternak.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu adanya pengamatan dan
analisis biaya produksi dalam usaha peternakan sapi potong yang dikeluarkan
selama periode pemeliharaan di PT. KITADIN Kabupaten
Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Kerangka pemikiran
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
3.2. Hipotesis
Biaya produksi usaha peternakan sapi potong di PT.
Kitadin, Kabupaten Kutai Karanegara berpengaruh terhadap pendapatan peternak.
IV. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan
selama tiga
minggu
terhitung mulai bulan April sampai dengan bulan
Mei dan lokasi penelitian
PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Kartanegara.
B. Bahan dan Alat
Penelitian yang
dilaksanakan menggunakan bahan dan alat antara lain kamera, alat tulis,
kuisioner, sapi potong dan peternak sapi potong di PT.
Kitadin, Kabupaten
Kutai Kartanegara.
C.
Metode
Pengumpulan Data
Penelitian dilaksanakan
menggunakan metode survei dengan pendekatan observasi dengan teknik wawancara
langsung terhadap peternak sapi potong rakyat menggunakan alat bantu kuisioner
di PT.
Kitadin, Kabupaten
Kutai Kartanegara.
Jenis data yang diambil
terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dipenuhi melalui observasi
atau pengamatan, pencatatan dan wawancara langsung dengan responden atau peternak sapi potong
menggunakan daftar kuesioner sesuai tujuan penelitian, data sekunder merupakan
data penunjang dipenuhi dari kantor dinas peternakan dan instansi lain yang
terkait.
D. Metode Pengambilan
Sampel
Lokasi ditentukan secara
purposive sampling (lokasi penelitian ditentukan dengan sengaja dengan
kriteria terdapat peternak sapi potong rakyat dengan jumlah pemilikan >
2 ekor. Penentuan responden di setiap lokasi dilakukan secara random
sampling, besarnya responden dihitung menurut rumus Pasaribu (1983);
Di mana :
Nk = Besarnya sampel
untuk sub populasi ke-k
Pk = Besarnya populasi
untuk sub populasi ke-k
P = Besarnya
populasi keseluruhan dari sub populasi
N =
Besarnya sampel yang diambil dari keseluruhan sub populasi
E.
Analisis Data
Analisis data dalam
pengujian hipotesis untuk mencapai tujuan penelitian menggunakan regresi
linier. Pendekatan analisis regresi bertujuan untuk mengetahui pengaruh biaya
produksi terhadap pendapatan yang diterima oleh peternak sapi potong rakyat di
PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Kartanegara (Hasan, 2005). Selanjutnya
untuk mengetahui
berapa besar biaya produksi peternakan sapi potong rakyat di PT.
Kitadin, Kabupaten
Kutai Kartanegara menggunakan rumus Biaya variabel
(Wantasen, 2014)
a. Biaya produski peternak
Keterangan:
TC =
Total Cost/Total biaya
TFC = Total Fixed Cost/ Biaya tetap
TVC = Total Variable Cost/
Biaya Variabel
b. Pendapatan peternak sapi potong rakyat dihitung
menggunakan rumus:
Keterangan:
I
= Income/Pendapatan
TR
= Total Revenue/Total penerimaan
TC
= Total Cost/Total biaya
No comments:
Post a Comment